Selasa, 18 Oktober 2011

Jl. Malioboro Bebas Kendaraan

Suasana Jl.Malioboro Bebas Kendaraan, masyarakat tumpah ruah memadati jalan
Jogja, 18 Oktober sejenak saya merasakan menjadi bagian dari lautan masyarakat yang tumpah di sepanjang Jl.Maliobro. Penggal jalan yang terkenal selalu padat kendaraan dan kemacetan ini, untuk beberapa jam terlihat bebas dari kendaraan dan berganti dengan ribuan masyarakat yang memadati jalan. Jelas saja, sore ini ada prosesi perhelatan Keraton Ngayogyokarto Hadiningrat yakni kirab manten. Kirab manten GKR Bendara dan KPH Yudanegara mengambil rute Regol Keben- ke utara lewat Rorowijayan – Masjid Kauman – Museum Sonobudoyo – Perempatan Kantor Pos – Kepatihan. Tujuan akhir dari kirab manten ini adalah di Kepatihan yakni tempat resepsi pernikahan diselenggarakan. 
Ketertarikan warga Jogja untuk ikut melihat langsung prosesi kirab manten ini membuat Jl.Malioboro penuh dipadati masyarakat Jogja. Selain masyarakat Jogja, terlihat juga wisatawan asing ikut berbaur dengan keramaian. Beberapa diantaranya hanya melihat lihat saja, dan beberapa yang lain sibuk mengabadikan momen spesial ini dengan kamera *seperti saya
Melihat Jl.Malioboro sesaat bebas kendaraan, saya jadi menerawang membayangkan beberapa gagasan yang pernah muncul tentang pengembangan Jl.Malioboro yang di khususkan bagi pejalan kaki. Sepertinya kondisi sore ini bisa menggambarkan gagasan itu. Jl.Malioboro yang untuk sementara ditutup, menyebabkan beberapa titik sebelum rel kereta (selatan Stasiun Tugu) menjadi kantong parkir kendaraan baik roda 2 maupun roda 4. Seperti tempat dimana saya parkir motor, di lahan kosong depan Stasiun Tugu ini menjadi kantong parkir yang memuat lebih dari 200 kendaraan, bahkan sampai ke pedestrian di sisi jalan.
Jl.Malioboro bebas kendaraan tentu saja ada lebih dan kurangnya. Menurut saya, salah satu kelebihannya adalah kebebasan ruang gerak bagi pengunjung dalam hal ini pejalan kaki. Selain itu, dengan bebas kendaraan tentu saja penghawaan di sekitar Jl.Malioboro akan lebih ramah lingkungan. Dari pengamatan sekilas, memang pengunjung terlihat lebih santai karna bisa duduk-duduk di tepi jalan, bisa jalan dengan santai, bisa meilhat deretan toko di sisi jalan dengan lebih leluasa. Di antara kelebihan-kelebihan itu, terdapat kekurangan yang sangat terlihat yakni sampah yang berserakan di jalanan. Meskipun di beberapa sisi jalan terdapat tempat sampah, namun kuantitasnya masih belum mencukupi. Hal ini terbukti ketika saya ingin membuang sampah bungkus makanan, saya harus berjalan cukup jauh sampai menemukan tempat sampah. Sungguh ironis. 

Menjadikan Jl.Malioboro sebagai area bebas kendaraan dan dikhususkan bagi pejalan kaki tentu saja membutuhkan kajian yang mendalam. Karna selain menjadi jalan utama dan sentra belanja dan destinasi wisata, banyak kepentingan dan pihak yang terlibat di dalamnya. Meskipun penggal jalan ini tidak lebih dari 2km, namun banyak kegiatan dan aktivitas yang diwadahi di dalamnya. 

Yah... begitulah pengalaman saya untuk beberapa saat berada di Jl.Malioboro yang bebas kendaraan. Bagaimana menurut Anda?

5 komentar: