Makam Cut Nya' Dhien terletak di Kompleks Pemakaman Gunung Puyuh, Kampung Gunung Puyuh Sukajaya, Sumedang Selatan, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat.
Dikisahkan kembali oleh Mang Asep (penjaga makam) pada 11 Agustus 2018, bahwa di masa pengasingannya Cut Nya' Dhien tinggal bersama Keluarga H Husna Bin Sanusi di Sumedang. Oleh Pangeran Soeryaatmadja, Bupati Sumedang kala itu, yang menerima Cut Nya' Dhien di Sumedang, menyerahkan perawatan Cut Nya' Dhien pada KH.Sanusi, yang saat itu adalah ulama Masjid Agung Sumedang.
Cut Nya' Dhien yang juga seorang penghafal Quran, yang saat tiba di Sumedang meski kondisi beliau sudah tidak bisa melihat, tapi tetap menjaga hafalan beliau dan mengajar 'ngaji' warga sekitar khususnya para ibu-ibu. Tidak banyak yang mengenal beliau sebagai Cut Nya' Dhien, warga lebih mengenal beliau Ibu Suci, Ibu Ratu atau Ibu Prabu.
|
Ini adalah foto terakhir Cut Nya' Dhien, Pejuang Perempuan yang bernyali Singa di tempat pembuangannya di Sumedang (1904-1908)
Sumber: Facebook/Perpustakaan Nasional yg di download dari tribunjateng. com
|
Menurut cerita yang dikisahkan Mang Asep, saat Cut Nya' Dhien akan di pindahkan pengasingannya dari Jakarta ke tampat lain, beliau meminta untuk diasingkan ke Sumedang. Padahal beliau yang berasal dari Aceh dan hanya mengerti bahasa Aceh dan bahasa Arab, kiranya bisa mengetahui dari mana tentang Sumedang.. Kenapa harus Sumedang... Wallahu a'lam bisshowab.
Selama di Sumedang, Cut Nya' Dhien ditemani oleh Ibu R. Siti Hodijah hingga beliau wafat pada wafat pada 16 November 1908.
|
Mang Asep (juru kunci makam), sedang mengisahkan perjalanan hidup Cut Nya' Dhien hingga akhirnya beliau wafat di Sumedang |
Keberadaan makam Cut Nya' Dhien di Sumedang sudah tentu secara psikologis memberi keterikatan khusus bagi warga Sumedang dan warha Aceh.
Makam Cut Nya' Dhien saat ini sudah tertata dengan baik, dan sangat nyaman untuk pengunjung yg berziarah. Di samping pint masuk kompleks makam Cut Nya' Dhien yang telah direnovasi juga terdapat dinding batu tulis tentang 'Sejarah Cut Nyak Dien' yang di tanda tangan oleh Gubernur Aceh Bapak Zaini Abdullah pada 17 Agustus 2013.
Saat ini seluruh biaya perawatan makam diperoleh dari sedekah para pengunjung dan peziarah yg dikelola oleh penjaga makam.
Berikut ini adalah tulis ulang dari Sejarah Singkat Cut Nya' Dhien yang tertera di dinding kompleks makam:
Bismillahirrakhmaanirrakhiim,
Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai pahlawannya dan kemudian meneruakan cita-cita perjuangannya. Cut Nya'Dhien adalah pahlawan nasional yang dilahirkan di Aceh pada tahun 1484, putri dari Teuku Kanta Seutia. Selama hidupnya Cut Nya' Dhien telah berjuang mati-matian sebagai seorang pahlawan putri yang setia disamping suaminya Teuku Umar. Beliau ikut bergerilya masuk hutan keluar hutan menentang penjajahan belanda dalam perang belanda di Aceh yang terkenal dari tahun 1873 - 1906. Setelah suaminya wafat Cut Nya' Dhien meneruskan perang jihad memimpin perjuangan sehingga beliau tertawan Belanda pada tanggal 6 November 1905, itupun atas informasi pengawalnya yang sudah tidak tega melihat kondisi yang sudah buta dan sakit-sakitan. Selanjutnya pada tahun 1906 Cut Nya' Dhien dibuang ke Sumedang (Jawa Barat) disertai pengawalnya panglima berumur 50 tahun dan Teuku Nana (berumur 15 tahun). Belanda menyerahkan Cut Nya' Dhien kepada Kanjeng Dalem Pangeran Aria Soeryaatmadja (Bupati Sumedang). Kemudian Kanjeng Dalem memanggil H. Husna Imam Besar Masjid Agung Sumedang dan menyarankan agar Cut Nya' Dhien di tempatkan di rumah Siti Hodijah yang terletak di belakang Masjid Agung. Kanjeng Dalem bertanggung jawab penuh selama Cut Nya' Dhien berada di Sumedang. Sehingga segala kebutuhan sehari-hari dan kesehatannya sangat diperhatikan. Hal ini karena Kanjeng Dalem Pangeran mengetahui sepak terjang perjuangan Cut Nya' Dhien di Aceh, yang tidak mau bertemu pemerintah Belanda, apalagi menerima pemberian mereka. Cut Nya' Dhien juga tidak mau tinggal diam walau dalam keadaan buta dan sakit-sakitan. Sehari-harinya beliau mengaji dan tidak pernah keluar rumah. Dengan menguasai ilmu agama dan hafal Al-Quran banyak anak-anak kaum dan masyarakat sekitarnya belajar mengaji dan ilmu agama, sehingga Cut Nya' Dhien dianggap Ibu Suci oleh masyarakat sekitarnya. Kanjeng Pengeran Aria Soeryaatmadja kemudian memberi gelar Cut Nya' Dhien sebagai Ibu Prabu (Ibu Ratu) selain srikandi nasional. Cut Nya'Dhien dirawat oleh KH. Sanoesi yang dikenal sebagai guru agama kemudian diteruskan oleh putranya H. Hoesna. Kesehatan Cut Nya' Dhien semakin lama semakin menurun hingga wafat pada usia 60 tahun pada tanggal 16 November 1908 dan dimakamkan di tanah pemakaman keluarga KH. Sanoesi. Semoga Allah memberi rahmat pada arwah suci pahlawan putri yang amat berjasa dan setia ini serta memberi rahmat krpada orang-orang yang telah berjasa merawat dan melindungi di masa pembuangannya. Amin.
Sumedang, 17 Agustus 2013
Gubernur Aceh
Zaini Abdullah
Makasih para Pembina Dosen Magang ITB, khususnya Pak Komang dan Pak Bambang, juga tim sukses Dosma ITB, Pak Tata dan Pak Iwan, yang sudah mengajak kami ziarah ke Makam Cut Nya' Dhien.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar